Dalam dunia pendidikan, kata ikhlas sering menjadi penenang sekaligus penutup diskusi. Ketika guru mengeluhkan beban kerja, kesejahteraan, atau ketidakpastian masa depan, jawaban yang sering terdengar adalah pengingat moral: “Guru harus ikhlas.”
Ikhlas adalah nilai luhur. Ia mencerminkan ketulusan dan pengabdian. Namun, persoalan muncul ketika ikhlas dijadikan pengganti kebijakan. Ikhlas adalah sikap batin individu, sedangkan kesejahteraan dan keadilan adalah tanggung jawab sistem.
Guru yang menyampaikan aspirasi sering kali dipersepsikan sebagai kurang bersyukur atau kurang ikhlas. Stigma ini membuat banyak guru memilih diam. Mereka takut dianggap tidak profesional atau tidak berdedikasi. Padahal, suara guru adalah data lapangan yang sangat penting bagi perbaikan pendidikan.Pendidikan yang sehat membutuhkan dialog dua arah. Ketika guru tidak diberi ruang untuk menyampaikan kondisi riil, maka kebijakan berisiko jauh dari kenyataan. Sistem akhirnya berjalan di atas asumsi, bukan fakta.
Perlu dibedakan antara pengabdian dan pengabaian. Guru boleh berdedikasi, tetapi dedikasi tidak boleh dijadikan alasan untuk membiarkan ketimpangan berlangsung terus-menerus. Guru boleh ikhlas, tetapi sistem tetap wajib adil.
Beban moral yang terlalu besar justru berbahaya. Ia bisa melahirkan kelelahan berkepanjangan, menurunkan kualitas pembelajaran, bahkan mematikan semangat profesi. Pendidikan tidak akan maju jika pendidiknya terus bekerja dalam tekanan yang tidak terlihat.
Menghargai guru tidak selalu berarti pujian. Kadang, bentuk penghargaan paling nyata adalah kebijakan yang berpihak dan sistem yang mendukung. Memberi ruang dialog, memperbaiki tata kelola, dan memastikan keseimbangan antara tuntutan dan dukungan adalah langkah penting.
Ikhlas seharusnya menjadi kekuatan batin guru, bukan tameng bagi sistem untuk menghindari evaluasi. Pendidikan yang berkelanjutan dibangun di atas kejujuran, keberanian mendengar, dan kesediaan memperbaiki.
Apakah selama ini kita terlalu cepat menilai ketulusan guru, tetapi terlalu lambat memperbaiki sistem yang membebaninya?
Baca Juga :
Guru Disebut Ujung Tombak Pendidikan, Tapi Mengapa Terasa Dibiarkan Tumpul?
Generasi Emas Tidak Akan Lahir dari Guru yang Dibiarkan Berjuang Sendirian

0 comments: