Senin, 27 Oktober 2025

Krisis Adab di Era Digital

Kondisi saat ini di zaman di mana kecanggihan teknologi melaju begitu cepat, tetapi sayangnya tidak selalu diikuti dengan kemajuan akhlak. Generasi yang kini berusia remaja tumbuh dalam dunia serba digital, di mana layar ponsel sering kali lebih menarik daripada sapaan orang tua atau guru. Namun di balik kecerdasan digital mereka, muncul kekhawatiran besar: penurunan adab dan krisis moralitas.

Sering kita menyaksikan bagaimana perubahan perilaku ini tampak di sekolah-sekolah "tidak semua anak, melainkan sebagian besar". Siswa lebih berani berbicara tanpa izin, menantang argumen guru, bahkan terkadang menganggap etika sebagai hal sepele. Media sosial pun menjadi tempat di mana bahasa sopan berganti dengan sindiran, dan kejujuran tergeser oleh pencitraan.

Penyebabnya tidak sederhana. Arus informasi yang tanpa batas telah menjadikan media digital sebagai “guru kedua”, yang sayangnya tidak selalu mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Banyak anak lebih mengenal influencer daripada tokoh teladan, lebih hafal tren viral daripada nilai-nilai moral.

Namun saya percaya, semua ini belum terlambat untuk diperbaiki. Sekolah dan keluarga perlu kembali berkolaborasi menanamkan nilai-nilai dasar: menghormati yang lebih tua, berbicara dengan santun, dan bertanggung jawab atas ucapan maupun tindakan. Pendidikan karakter tidak boleh hanya menjadi slogan di dinding kelas, tetapi harus dihidupkan melalui teladan dan kebiasaan.

Kita harus mengingat kembali pesan para ulama dan pendidik terdahulu:

“Ilmu tanpa adab adalah kesesatan, dan adab tanpa ilmu adalah kelemahan.”

Anak saat ini"2025" memiliki potensi luar biasa - mereka kreatif, adaptif, dan cepat belajar. Namun semua itu akan sia-sia tanpa landasan adab. Mari kita kembalikan pendidikan kepada ruhnya: membentuk manusia berilmu yang beradab. Karena bangsa yang besar tidak hanya diukur dari kemajuan teknologinya, tetapi dari tinggi rendahnya budi pekerti generasinya.

Previous Post
Next Post

0 comments: