Dalam dinamika sebuah tim, kehadiran pemimpin seharusnya menjadi sumber inspirasi, bukan sekadar simbol otoritas. Namun, di beberapa lingkungan kerja dan organisasi, muncul fenomena yang cukup menyedihkan: pemimpin yang lebih sibuk terlihat “memimpin” daripada benar-benar memimpin.
Mereka sering tampil di depan dengan kata-kata besar, tetapi minim tindakan nyata. Saat anggota tim bekerja keras mencapai target, penghargaan yang semestinya diberikan justru diabaikan. Alih-alih memberi apresiasi, sang pemimpin lebih memilih menonjolkan dirinya sendiri di hadapan atasan atau publik - seolah keberhasilan tim adalah hasil kerja tunggalnya.Sikap seperti ini menciptakan efek domino yang berbahaya. Anggota tim merasa tidak dihargai, motivasi menurun, dan budaya kerja kolaboratif tergantikan oleh rasa enggan dan apatis. Dalam jangka panjang, tim kehilangan semangat inovatifnya karena tidak ada lagi ruang untuk pengakuan dan kepercayaan.
Padahal, pemimpin sejati bukanlah yang hanya bicara tanpa tau apa yang menjadi hambatan. Ia bukan hanya mengarahkan, tetapi juga menumbuhkan. Ia memahami bahwa apresiasi sederhana bisa menjadi bahan bakar semangat yang luar biasa bagi anggotanya.
Karena, sebagaimana pepatah lama mengatakan - tong kosong memang nyaring bunyinya, tetapi tidak pernah mampu mengisi dahaga kemajuan sebuah tim.
0 comments: